Guru Berijazah Palsu Tertangkap
Selasa, 14 Oktober 2008
SURABAYA - Ijazah instan atau palsu ternyata juga menarik minat guru yang sedang getol memperjuangkan sertifikasi. Salah satunya berhasil diungkap Polres Surabaya Selatan. Kemarin (13/10), mereka menangkap dua guru asal Madura dan seorang penyedia ijazah palsu di Mojokerto.
Kasus tersebut berawal dari laporan pimpinan Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) ke polisi. Mereka mengaku mengamankan Rosidi, guru SMP negeri di Sampang. ''Dia memiliki ijazah palsu yang seolah-olah dikeluarkan Unipa,'' kata Apri Irianto, dosen PGSD Unipa.
Dia menjelaskan, Rosidi menggunakan ijazah S-1 Pendidikan Bahasa Indonesia Unipa untuk mengikuti sertifikasi guru. ''Kebetulan, tim asesornya berasal dari Unesa (Universitas Negeri Surabaya) dan Unipa. Ketika melihat ijazah itu, asesor curiga,'' ucapnya.
Kecurigaan itu bermula dari ciri fisik ijazah yang berbeda dari terbitan Unipa. Mulai jenis kertas yang terlalu halus hingga tanda tangan pejabat Unipa yang jelas-jelas dipalsukan. ''Tanda tangan dalam ijazah tersebut milik pejabat lama. Padahal, pejabatnya sudah diganti. Tanggal ijazah itu dikeluarkan saat kepemimpinan pejabat baru,'' ungkapnya.
Seri nomor induk mahasiswa yang tertera dalam ijazah itu juga tidak sesuai aturan. ''Nomor induk mahasiswa tidak menunjukkan bahwa dia kuliah di pendidikan bahasa Inggris. Selain itu, huruf dalam ijazah tidak bergaris. Kelihatan kalau dicetak pakai mesin print biasa,'' jelasnya.
Berdasar kecurigaan awal itu, tim asesor tidak melanjutkan proses sertifikasi Rosidi. Tim justru meminta agar Unipa mengecek keabsahan ijazah tersebut. ''Setelah dicek di Unipa, akhirnya dipastikan ijazah itu palsu,'' tegas Apri.
Unipa pun mulai menelusuri kronologi Rosidi mendapatkan ijazah tersebut. Guru asal Madura itu kemudian diminta klarifikasi di kampus perguruan tinggi di kawasan Ngagel tersebut. Ketika ditanya, Rosidi mengaku bahwa ijazahnya memang palsu. Dia mendapatkan gelar S-1 pendidikan bahasa Indonesia dari seorang makelar di Madura. Untuk mendapatkan ijazah awu-awu itu, dirinya harus merogoh kocek Rp 5 juta.
''Dia lulusan D-3 yang ingin dapat ijazah S-1. Kebetulan ada yang menawari ijazah tanpa kuliah. Satu semester cukup bayar Rp 2,5 juta. Karena kuliahnya dua semester, dia harus mengeluarkan Rp 5 juta,'' paparnya.
Agar lebih meyakinkan, penyedia ijazah aspal (asli tapi palsu) itu juga mewajibkan Rosidi melalui sejumlah ujian. Namun, ujian tersebut tidak dilakukan di kampus, tapi di rumah Rosidi.
Mendapat pengakuan seperti itu, Unipa langsung memproses secara hukum. Mereka melaporkan Rosidi ke Polres Surabaya Selatan. ''Kami sudah menerima laporannya. Saat ini kami sedang mengembangkan kasus ini,'' tegas Kasatreskrim Polres Surabaya Selatan AKP Yimmy Kurniawan.
Namun, dia masih enggan berkomentar lebih jauh mengenai kasus yang ditangani itu. ''Nanti saja kalau seluruh pelakunya sudah kami bongkar. Kami janji membeberkan kasus ini kalau sudah clear semua,'' ujarnya.
Informasi terbaru yang dihimpun Jawa Pos, jaringan penyedia ijazah tersebut bermarkas di Mojokerto. Di sanalah ijazah dibuat. Untuk mencari konsumen, mereka memiliki sejumlah makelar di beberapa kota. Di antaranya di Madura. ''Sasarannya memang lebih banyak guru. Sebab, banyak guru yang butuh ijazah untuk sertifikasi. Biasanya, makelarnya berkeliaran hingga ke kantor-kantor dinas,'' ucapnya.
Polisi sudah menggerebek lokasi pembuatan ijazah palsu tersebut. Dari operasi itu, petugas menyita sejumlah peralatan. Mulai stempel sejumlah perguruan tinggi dan seperangkat komputer serta printer sebagai peralatan membuat ijazah.
Selain menyita barang bukti, polisi meringkus Abdul Gani, guru SD di Pamekasan yang menjadi calo ijazah milik Rosidi, dan Ahmad Supriyono, produsen ijazah palsu di Mojokerto. (fid/fat)
Sumber:
Jawa Pos, 14 Oktober 2008